Bagikan di media sosialmu
Oleh : Rusmiyati, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)
wacana-edukasi.com, OPINI– Pernikahan yang penuh ketenangan, ketentraman, dan kasih sayang (sakinah, mawaddah, wa rahmah) hingga langgeng sampai maut memisahkan merupakan impian setiap pasangan suami istri. Akan tetapi, faktanya tidak semudah itu mewujudkan impian. Tidak sedikit yang hubungan pernikahannya harus karam diterjang ombak bahkan berakhir di pengadilan dan bercerai. Kasus perceraian yang terjadi di negeri ini semakin meroket dari tahun ke tahun.
Berdasarkan laporan Statistik Indonesia 2023, kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada tahun 2022, meningkat 15% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus.
Di Kabupaten Berau Kalimantan Timur, telah terjadi 237 perkara istri menggugat cerai suaminya dalam periode Januari hingga akhir Agustus 2023. Humas Pengadilan Agama Kabupaten Berau, Dimas membeberkan faktor tertinggi penyebab perceraian ialah ekonomi yang di antaranya juga dipengaruhi oleh sang suami yang bermain judi slot atau judi online mencapai 214 perkara (berau.prokal.co, 25/9/2023).
Faktor ekonomi merupakan faktor utama penyebab perceraian. Istri tidak diperhatikan, nafkah kurang ditambah judi dan game online membuat keluarga tidak harmonis. Bahkan perkelahian dan KDRT. Negara gagal melindungi keluarga dari perceraian. Sistem sekuler membuat kemiskinan dan perceraian/ gugat cerai.
Tingginya kasus perceraian yang didominasi oleh permasalahan ekonomi ini, telah menunjukkan kepada kita tentang rapuhnya bangunan keluarga muslim. Ikatan pernikahan tidak lagi dianggap suatu ikatan yang sakral, sehingga tidak sedikit pasangan yang memilih melepaskannya.
Padahal, pernikahan adalah sebuah ikatan yang sakral, bahkan Islam menyebutnya dengan mitsaqon gholidzon. Namun, racun dari sekularisme kapitalisme telah menjadikan seorang muslim memandang tolok ukur kebahagiaan hanya dilihat dari kesenangan materi duniawi saja. Sehingga ketika mereka mendapati pasangannya tidak bisa memberikan kebahagiaan itu, maka dengan mudahnya mereka melepaskan ikatan
Kasus perceraian bukan saja permasalahan individu, namun ada peran negara yang seharusnya membantu dan melindungi rakyatnya. Kondisi ekonomi yang sedang merosot, lapangan pekerjaan yang semakin sempit seharusnya menjadikan negara berpikir dan mencari solusi untuk menangani permasalahan tersebut.
Namun faktanya, negara kapitalisme justru abai dalam melindungi rakyat. Rakyat dibiarkan hidup dalam kondisi ekonomi yang semakin mencekik. Laki-laki makin sulit mencari pekerjaan, perempuan pun akhirnya ikut menjadi tulang punggung keluarga. Padahal, kondisi ekonomi yang sulit seperti inilah yang mendominasi penyebab terjadinya perceraian.
Serangan sistem sekuler kapitalis saat ini telah menjadikan keluarga muslim menjadi keluarga yang rapuh dan jauh dari agama. Maka umat Islam harus menyadari bahwa keluarga muslim harus dibangun diatas pondasi keimanan dan ketakwaan yang kuat, visi misinya adalah beribadah kepada Allah untuk mendapatkan ridha-Nya.
Dengan pondasi keluarga yang kuat dan visi misi yang jelas ini, bangunan keluarga muslim pun akan kuat dan tidak mudah runtuh. Saat berhadapan dengan ujian kehidupan seperti ekonomi yang sedang tidak baik atau ujian berupa pasangan yang tidak sesuai keinginan, maka ujian tersebut akan dihadapi dengan iman dan kesabaran demi meraih keridhaan Allah.
Mengokohkan bangunan keluarga muslim juga membutuhkan peran negara. Karena dalam Islam, negara adalah garda terdepan yang akan melindungi umat. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang menyebutkan: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya”. (HR al-Bukhari)
Maka negara Islam atau Khilafah, akan berupaya semaksimal mungkin untuk membentuk keluarga muslim yang kokoh dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang menimpa keluarga muslim.
Dalam masalah finansial misalnya, Islam telah menetapkan kewajiban untuk mencari nafkah dibebankan kepada laki-laki. Untuk itulah, negara Islam akan menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi laki-laki agar bisa menafkahi keluarganya dengan baik.
Negara juga akan menyediakan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara murah bahkan cuma-cuma, sehingga rakyat tidak terbebani dengan masalah biaya pendidikan dan kesehatan yang selama ini telah menambah beban ekonomi keluarga.
Dengan memupuk keimanan dan visi misi yang jelas dalam mengarungi bahtera rumah tangga, serta dukungan negara dalam meningkatkan finansial keluarga muslim, insyaallah keluarga muslim akan semakin kuat dalam menjalani alur kehidupan dan tidak mudah diguncang dengan berbagai prahara yang datang bertubi-tubi.
Sebagai agama yang paripurna, Islam sudah menawarkan solusinya. Islam akan meminimkan dan menghilangkan kesempatan timbulnya judi online.
Pertama, dengan memberikan penanaman akidah yang kuat pada setiap muslim sehingga mereka paham bahwa aktivitas judi itu haram, apapun bentuknya.
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
Kedua, negara akan menutup seluruh tempat perjudian, termasuk situs judi online. Hal ini perlu kerja sama antara penegak hukum dan departemen komunikasi dan informasi. Ketiga, negara akan memilih petugas penegakan hukum dan departemen yang bersangkutan adalah orang yang jujur dan taat. Keempat, negara juga akan memberlakukan hukuman bagi para pelanggar, baik bagi pelaku, pebisnis maupun jika ada mafia judi online.
Penerapan semua kebijakan tersebut akan membuat aktivitas judi hilang sebab suasana keimanan yang dibangun negara membuat orang taat syariat dan pondasi keluarga menjadi semakin kokoh.
Wallahu a’lam bishowab
Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.